Saturday 11 January 2014

KESEIMBANGAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN




Sejak 14 abad silam, Islam telah berbicara soal hak asasi manusia (HAM),” kata komisioner komnas HAM Manager Nasution. Melalui piagam Madinah, Rasulullah saw melindungi HAM berupa hak beragama dan toleransi antar umat beragama.
“Berbeda dengan dunia Barat,” ungkap mantan ketua komisi fatwa MUI ini. Mereka mempraktikan HAM melalui deklarasi Universal HAM (DUHAM) pada 10 Desember 1948. Hasil dari diskusi tersebut wajib ditaati oleh negara-negara penganut universal absoulut. Berbeda dengan Negara berpenduduk mayoritas muslim dengan paradigm HAM partikuler. “sperti di Indonesia” kata dia.
Manager menyebutkan, ada 10 HAM yang dijamin olwh Negara dan sesuai dengan aturan islam. Diantarannya, hak beragama, hidup, pendidikan, berpolitik, mengeluarkan pendapat, anak, persamaan gender, berkeluarga, memilki harta dan mendapatkan pekerjaan.
Dia menjelaskan, contoh perbedaan konsepsi HAM Barat dan Islam, misalnya, soal hak ekonomi, social dan budaya (ekososbud). Dalam islam, tiap individu berhak mengumpulkan kekayaan. Tetapi, ada hak orang lain di sana, yaitu berbagi dengan kaum dhuafa. Sedangkan konsepsi barat menitik beratkan keAKUan seseorang, tanpa ada kaitannya dengan orang lain.
Menurut manager, konsepsi HAM Islam bersifat teosentris. Tidak boleh bertentangan dengan hokum Allah SWT. Sebut saja misalanya dalam hokum qishash. Penganut universal absolut memastikan tak seorangpun berhak merenggut hak hidup orang lain.
Tetapi, secara teosentris, seseorang dapat saja mendapatkan hukuman mati. Merujuk pada surat al-baqarah ayat 178, vonis itu memungkinkan melalui pengadilan  yang adil. Karena itu, Indonesia masih menganut kategori hukuman ini untuk kasus pidana tertentu, seperti terorisme, narkoba, atau pembunuhan berencana.
Manager mengungkapakan, tujuan yang ingin dicapai dengan adanya HAM adalah untuk memulihkan umat manusia. Konsep teosentris yang digunkan juga dapat menjadi konsep guna mengembalikan manusia pada hakikatnya. Teosentris berarti manusia penting, tetapi yang lebih penting ialah penciptanya. “tentu dengan dengan dibarengi kewajiban asasi,” ujar dia.
Islam, kata dia, tidak hanya mengenal HAM, tetapi juga kewajiban asasi manusia (KAM) yang juga melekat disetiap orang. Islam justru mengutamakan KAM, baru HAM.
Selain itu, islam mengajarkan pentingnnya menejemen, mneghargai, dan menghirmati hak orang lain dalam konteks kemajemukan bangsa. “prinsipnya tertian dalam al-quran dan hadis.” Tutur dia. Keseimbangan antara HAM dan KAM inilah yang menempatkan praktik HAM oleh muslim, tak mereduksi HAM sesama muslim atau umat lain.
Dosen pasca sarjana UIKA Bogor Dr Adian Husaini mengatkan, Islam memiliki konsep melindungi dan menjamin HAM dengan sangat tinggi, hak asasi manusia merupakan pemberian Allah SWT. Seperti hak menikah, hak ini tidak dapat dilakukan dengan sesama jenis atau beda agama.
Sedangkan, HAM yang dianut di negara barat sangat bebas tanpa batasan. Adian mencontohkan seperti memiki hak hidup juga sejalan dengan memiliki hak untuk mati dalam artian bunuh diri, padahal di Islam haram.
Hak beragama diberikan bagi umat Islam, tetapi tidak ada hak untuk murtad. Islam merupakan agama wahyu sehingga perlu melihat siapa yang menciptakan manusia.
Islam bersifat adil, tidak mengekang berlebihan, dan tidak bersifat ekstrem. Namun, penerapan HAM dalam Islam tidak didasarkan sekadar hawa nafsu atau konsesus saja.

...
Powered by Blogger.