Sistem bayi tabung adalah salah satu cara yang dilakukan
oleh dokter ahli kandungan untuk memenuhi keinginan suami isteri untuk
memperoleh anak, karena dalam persetubuhan mereka tidak dapat mempertemukan
sperma suami dengan ovum isteri dalam rahim isteri, padahal sperma suami dan
ovum isteri dalam keadaan sehat dengan arti keduanya dapat menghasilkan buah
jika dapat bertemu. Oleh karena itu dokter ahli kandungan melakukan sistem bayi
tabung ini.
Caranya ialah; dokter mengambil sperma suami dan ovum
isteri, kemudian dipertemukan dalam sebuah kapsul (tabung), lalu dimasukkan ke
dalam rahim isteri. Terjadilah pembuahan, lalu isteri hamil dan kemudian
melahirkan. Proses yang demikian dapat dibenarkan oleh agama Islam, karena
sperma suami diletakkan dalam rahim isteri yang dikawini dengan aqad yang sah,
berdasarkan hadits:
عَنْ رُوَيْفِعِ بْنِ
ثَابِتٍ اْلأَنْصَارِى قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَيْثُ افْتَتَحَ حُنَيْنًا فَقَامَ فَيْنَا خَاطِبًا فَقَالَ لاَ
يَحِلُّ ِلاِمْرِءٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ
وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ. [رواه أحمد].
Artinya: “Diriwayatkan dari
Ruwaifi‘ bin
Tsabit al-Anshari, ia berkata: Aku pernah beserta Nabi saw waktu perang Hunain,
beliau berdiri berkhutbah di antara kami, (antara lain) beliau berkata: Tidak
boleh bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan air
(mani)nya ke ladang orang lain.” [HR. Ahmad].
Dari hadits di atas dapat difahami bahwa air mani seorang
laki-laki hanyalah boleh diletakkan atau ditumpahkan ke faraj isterinya,
dilarang diletakkan atau ditumpahkan ke faraj yang bukan isterinya yang
tidak melakukan aqad nikah yang sah dengannya. Allah SWT berfirman:
وَكَيْفَ
تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ
مِيثَاقًا غَلِيظًا. [النسآء: 21].
Artinya: “Bagaimana kamu akan
mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan
yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil
dari kamu perjanjian yang kuat.” [QS. an-Nisaa, (4): 21].
Dari ayat dan hadits di atas dapat difahami bahwa air mani
suami hanya boleh diletakkan pada faraj isteri yang memiliki ovum, tidak
boleh diletakkan pada faraj isterinya yang lain.
Pada ayat yang lain ditegaskan bahwa isteri itu adalah
seperti kebun tempat menyemaikan benih, yang akan menjadi keturunan dari suami
dan isteri. Allah SWT berfirman:
نِسَائُكُمْ حَرْثٌ
لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ
وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلاَقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ. [البقرة:
223].
Artinya: “Isteri-isterimu adalah
(seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang
baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu
kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”
[QS. al-Baqarah (2): 223].
Dan hadits:
عَنْ أًبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ اْلحَجَرُ. [متفق عليه].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu
Hurairah ra., bahwasanya Nabi saw bersabda: Anak itu milik tikar, bagi pezina
hukuman rajam.” [Muttafaq Alaih].
Yang dimaksud dengan tikar (firasy) ialah suami
isteri yang telah terikat dengan aqad nikah yang sah. Anak yang lahir dari
suami isteri yang telah terikat dengan perkawinan yang sah ini diharapkan
menjadi anak yang shalih yang akan menjadi sumber pahala bagi orang tuanya,
walaupun keduanya telah meninggal dunia. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits:
عَنْ أًبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ مِنْ
وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ أَوْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ مِنْ بَعْدٍ أَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ بِهِ. [رواه مسلم].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu
Hurairah, ia berkata: bersabda Rasulullah saw: Apabila seorang manusia telah
meninggal dunia putuslah semua amalnya, kecuali tiga hal; dari anak yang shalih
yang mendoakannya, dari shadaqah jariyah yang diberikan sebelum ia meninggal,
dan dari ilmu(nya) yang bermanfaat.” [HR. Muslim].
Timbul persoalan;
bagaimana jika kapsul itu diletakkan dalam rahim isteri kedua atau isteri yang
lain? Berdasarkan ayat dan hadits di atas, perbuatan yang demikian dilarang karena
ovum itu bukan milik isteri kedua atau isteri yang lain. Sperma dan ovum yang
ada dalam tabung itu hanya boleh diletakkan dalam rahim isteri yang memiliki
ovum. Jika kapsul itu diletakkan pada wanita yang lain atau isteri yang tidak
memiliki ovum, maka berdasarkan hadits di atas perbuatan itu tidak dibenarkan.
Lantas bagaimana dengan hukum kloning?,. Metode kloning berbeda dengan pembuahan biasa. Pada
pembuahan biasa sel telur (ovum) perempuan memerlukan sperma yang ada pada
laki-laki. Sedang pada metode kloning tidak lagi memerlukan sperma laki-laki.
Pada prinsipnya bayi klon dibuat dengan mempersiapkan sel telur yang sudah
diambil intinya kemudian di fusi (digabungkan menjadi satu) dengan sel donor
yang merupakan sel dewasa dari suatu organ tubuh. Fusi tersebut ditanamkan ke
dalam rahim dan dibiarkan berkembang dalam rahim sampai lahir. Berbeda dengan
bayi tabung yang pembuahannya memerlukan sel telur (ovum) dan sperma.
Ada tiga macam kloning:
1.
Kloning embrio,
adalah penggandaan sel zygote (sel telur yang telah dibuahi sperma)
menjadi beberapa sel monozygote mandiri yang mempunyai genetika yang
sama secara sengaja di laboratorium dengan cara menambahkan zat kimia yang
merangsang dua belahan zygote atau lebih untuk berkembang secara
sendiri-sendiri menjadi masing-masing satu makhluk hidup tunggal.
Proses ini adalah proses peniruan bayi kembar yang berasal
dari satu telur, dimana pada manusia terjadi proses penggandaan monozygote
dari satu zygote dengan probabilitas terjadinya 1 di antara 75
kehamilan.
Sisi negatif dari kloning embrio ini ialah dimungkinkan
untuk membuat sel monozygote kembar dalam jumlah yang banyak sehingga
etika untuk memusnahkan sel monozygote dalam pemanfaatannya akan menjadi
permasalahan ketika zygote dipercaya sebagai awal kehidupan. Sisi
negatif yang lain ialah dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang haus kekuasaan
dengan menciptakan orang-orang yang unggul yang merupakan kelompok yang tidak
dapat diabaikan. Di samping itu, dengan banyaknya orang yang bentuk dan
ciri-cirinya sama dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan kejahatan dalam
masyarakat.
2.
Kloning reproduksi.
Prosedur proses kloning ini adalah pengosongan inti sel telur yang mengandung
DNA*
dan mengisinya dengan DNA yang diambil dari salah satu sel makhluk hidup dewasa
lalu mencangkok sel telur ini ke dalam rahim. Pada kloning jenis ini tidak
terjadi pertemuan alamiah antara sel telur dan sel sperma, tetapi terjadi
peminjaman sel telur kosong untuk penggandaan DNA dari sel dewasa.
Sisi negatif dari kloning macam ini ialah hewan kloning menderita
cacat fungsi organ tubuh atau kelainan bawaan. Sisi lain ialah DNA yang ditanam
adalah DNA dewasa yang menyebabkan bayi yang lahir adalah bayi yang dewasa
sehingga mungkin saja berumur pendek. Sisi negatif lain ialah memungkinkan
kebanyakan bayi yang lahir adalah perempuan, sedikit sekali bahkan tanpa
laki-laki yang menyebabkan punahnya gender laki-laki. Dengan banyaknya lahir
manusia unggul secara massal dengan
menggunakan jenis kloning ini dapat menimbulkan hal yang buruk seperti
menjadikan manusia sebagai komoditas komersial. Sebaliknya, kelahiran bayi
cacat yang banyak akan menimbulkan masalah dalam masyarakat.
3.
Kloning terapeutik.
Tahap awal kloning terapeutik pada prinsipnya sama dengan kloning reproduksi,
tetapi pada kloning terapeutik embrio hanya dibiarkan tumbuh sampai kurang
lebih 14 hari. Dari embrio ini hanya sel stem atau sel tunas yang pada
perkembangan selanjutnya akan menjadi organ/jaringan tubuh saja yang
diekstraksi. Dari sel tunas ini bisa dibiakkan jaringan tubuh manusia maupun organ
tubuh lengkap seperti hati, ginjal, kulit, dan lain-lain berdasarkan informasi
DNA dari orang yang bersangkutan untuk kepentingan pencangkokan. Sehingga
penolakan pencangkokan organ dari orang lain bisa diatasi dengan prosedur ini.
Sisi negatif dari metode ini ialah embrio yang mengandung
sel tunas bisa dibiarkan dan ditanam dalam rahim dan akan menjadi janin, namun
dibatasi oleh dinding yang sangat tipis dalam prosedur kelanjutannya.
Dari keterangan di atas timbul persoalan apabila dihubungkan
dengan kesempurnaan makhluk yang diciptakan Tuhan termasuk manusia, yang
terdiri dari jasmani, rohani, pembinaan dan pendidikan manusia yang akan
menjadi makhluk individu, makhluk sosial, dan sebagai makhluk yang dimuliakan
Allah yang akan dijadikan khalifatullah fil-ardl. Apalagi bila
dihubungkan dengan tujuan hidup seorang muslim yaitu hasanah fid-dunyaa
dan hasanah fil-akhirah. Untuk mencapai tujuan itu harus mempunyai
kesehatan jasmani dan rohani. Agar lebih jelas akan dibahas beberapa persoalan yang
berkaitan dengan masalah di atas.
Menurut syariat Islam, kelahiran seorang manusia itu harus
sesuai dengan sunnah Allah. Setiap manusia yang lahir itu dipersiapkan menjadi
makhluk yang terbaik dari makhluk Tuhan yang ada (QS. at-Tiin, 95:4), menjadi makhluk
yang dimuliakan Allah (QS. al-Israa’, 17:70). Tujuan hidup manusia yang
diciptakan Allah itu ialah mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat
nanti (QS. al-Baqarah, 2:201) dan menjadi khalifatullah di bumi (QS.
al-Baqarah, 2:30). Untuk mencapai tujuan hidupnya itu ia harus beribadat kepada
Allah (QS. adz-Dzariyat, 51:56), yaitu secara vertikal tunduk dan patuh
menyembah Allah dan secara horizontal beramal shalih kepada masyarakat,
mengelola dan menjaga alam dari kerusakan.
Untuk mencapai maksud di atas, maka Allah SWT mengutus
Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya yang membawa al-Qur’an sebagai petunjuk
bagi manusia dalam melaksanakan kehidupan dan mencapai tujuan hidupnya.
Yang berkaitan dengan hubungan laki-laki dan perempuan,
Allah SWT mewajibkan untuk melakukan aqad nikah yang sah bagi laki-laki dan
perempuan yang ingin melakukan hubungan badan (seksual). Allah SWT berfirman:
وَأَنْكِحُوا اْلأَيَامَى
مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ... [سورة النور: 32].
Artinya: “Dan kawinkanlah
orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan ...” [QS. an-Nuur (24): 32].
Dan hadits:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ
مَسْعُوْدٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. [رواه البخاري ومسلم].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah
bin Mas‘ud
ra., ia berkata: bersabda Rasulullah saw: Wahai pemuda, barangsiapa di antara
kamu yang telah sanggup melaksanakan perkawinan, hendaklah ia melakukan
perkawinan itu. Sesungguhnya perkawinan itu dapat menutup pandangan mata dan
menjaga faraj (kehormatan), maka barangsiapa belum sanggup melaksanakannya,
hendaklah hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu perisai baginya.”
[HR. al-Bukhari dan Muslim].
Orang yang mengingkari adanya syariat perkawinan itu tidak
termasuk umat Muhammad saw, berdasarkan hadits:
عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَمِدَ
اللهُ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ: لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ وَأَصُوْمُ
وَأَفْطِرُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَآءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.
[متفق عليه].
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas
bin Malik ra., bahwasanya Nabi saw setelah memuji Allah dan menyanjungnya,
bersabda: Tetapi aku, aku shalat, tidur malam hari, puasa, berbuka, dan
mengawini perempuan, barangsiapa yang tidak suka kepada sunnahku itu bukanlah
termasuk golonganku..” [Muttafaq Alaih].
Dari aqad nikah yang sah dapat dibina rumah tangga tenteram
penuh kedamaian dan diliputi kasih sayang di antara anggota keluarga. Allah SWT
berfirman:
وَمِنْ ءَايَاتِهِ
أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ. [سورة الروم: 21].
Artinya: “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” [QS.
ar-Ruum (30): 21].
Dari rumah tangga yang dibentuk dengan aqad nikah yang sah
serta rukun dan damai diliputi rasa cinta dan kasih sayang itu, lahirlah
seorang anak yang dinanti-nantikan. Proses kelahiran anak ini dijelaskan dalam
firman Allah SWT:
الَّذِي أَحْسَنَ
كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ اْلإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ جَعَلَ
نَسْلَهُ مِنْ سُلاَلَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ. ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ
رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ قَلِيلاً مَا
تَشْكُرُونَ. [سورة السجدة: 7-9].
Artinya: “Yang membuat segala
sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia
dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang
hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam
(tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” [QS. as-Sajdah
(32): 7-9].
Dan Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا
اْلإِنْسَانَ مِنْ سُلاَلَةٍ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ
مَكِينٍ. ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً
فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ
أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ. [سورة
المؤمنون: 12-14].
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian
Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah
Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” [QS. al-Mu’minun (23): 12-14].
Ayat-ayat dan hadits di atas menerangkan dengan jelas
proses penciptaan manusia yang diharapkan dapat mencapai tujuan hidupnya, mulai
dari aqad nikah antara laki-laki dan perempuan, yang dilanjutkan dengan
pembentukan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Dari pasangan yang demikianlah lahir seorang anak. Proses lahirnya anak itu
dimulai dari hubungan suami isteri, kemudian pertemuan sperma dan ovum,
sehingga terjadilah pembuahan. Pada saat yang ditentukan, setelah janin berumur
empat bulan (120 hari) lebih, Allah meniupkan roh ciptaan-Nya ke dalam janin
itu. Kemudian Allah SWT mengilhamkan kepadanya kepercayaan kepada Tuhan
penciptanya. Allah SWT berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ
رَبُّكَ مِنْ بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى
أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ. [سورة الأعراف: 172].
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika
Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku
ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"” [QS. al-A‘raf (7): 172].
Pada firman Allah yang lain dinyatakan bahwa Allah SWT juga
memberi ilham kepada jiwa manusia jalan kebenaran dan jalan kesesatan,
beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwanya dengan menempuh jalan
kebenaran dan merugilah orang yang mengotori jiwanya dengan menempuh jalan
kesesatan (QS. asy-Syams, 91:7-10).
Setelah anak lahir ia dibesarkan dalam keluarganya yang
sakinah yang diliputi rasa cinta dan kasih sayang. Kemudian Allah SWT
menegaskan:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ
لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ
تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ
لاَ يَعْلَمُونَ. [سورة الروم: 30].
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” [QS.
ar-Ruum (30): 30].
Ayat di atas menegaskan bahwa demikianlah proses penciptaan
manusia menurut ketentuan Allah, tidak ada perubahan terhadap ketentuan
tersebut. Seandainya ada proses penciptaan manusia dengan cara yang lain, maka
Allah tidak menjamin bahwa ciptaan itu akan sebaik ciptaan Allah dan
menghasilkan manusia yang dapat mencapai tujuan hidupnya.
Ada beberapa hal yang tersirat setelah memahami QS. ar-Ruum
ayat 30 di atas. Pertama, apakah orang yang menciptakan manusia dengan
sistem kloning itu mau bertanggungjawab terhadap sesuatu yang ditimbulkan oleh
hasil ciptaannya, seperti kelangsungan hidupnya, akibat buruk yang
ditimbulkannya, dan sebagainya. Kedua, ialah seakan-akan kurang percaya
terhadap manusia hasil ciptaan Allah, sebagaimana tersebut dalam firman Allah:
الَّذِي خَلَقَ
سَبْعَ سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ
فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ. ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ
كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ. [سورة الملك:
3-4].
Artinya: “Yang telah menciptakan
tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan
Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang,
adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah
sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan
sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.” [QS. al-Mulk
(67): 3-4].
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini dan masa yang akan
datang, mungkin saja sistem kloning untuk memproduksi manusia dapat dilakukan,
namun kualitas manusianya tidak akan seperti manusia ciptaan Allah SWT, bahkan
sebaliknya, bentuknya saja seperti bentuk manusia, namun sikap dan tingkah
lakunya tidak seperti manusia. Mereka sama dengan binatang, bahkan lebih buruk
dari binatang yang paling buruk dan berbahaya bagi manusia dan alam seluruhnya.
Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا
لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَ يَفْقَهُونَ
بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لاَ يَسْمَعُونَ
بِهَا أُولَئِكَ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ.
[سورة الأعراف: 179].
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami
jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
[QS. al-A‘raf (7):
179].
Dari keterangan di atas maka Majelis Tarjih dan
Pengembangan Pemikiran Islam menetapkan bahwa sistem kloning yang dilakukan
untuk manusia hukumnya adalah haram. *km)
* Deoxyribo Nucleic Acid (asam
ribonukleat), yaitu suatu bahan genetik dalam kromosom pada tubuh makhluk hidup
(manusia, hewan, tumbuhan, termasuk mikrobia).(fatwa tarjih thn:2005)
No comments:
Post a Comment