Tarekat berarti jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran,
haluan, keadaan dan atau tiang tempat
berlabuh. Menurut istilah tasawuf, tarekat berarti perjalanan seorang salik
(pengikut tarekat) menuju tuhan dengan cara menyucikan diri atau perjalanan
diri yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendapatkan diri sedekat
mungkin kepada tuhan. Sebagai
jalan yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada tuhan, orang yang melakukan tarekat tidak dibenarkan meninggalkan syariat, bahkan pelaksanaan tarekat merupakan pelaksanaan syariat agama.
jalan yang ditempuh untuk mendekatkan diri kepada tuhan, orang yang melakukan tarekat tidak dibenarkan meninggalkan syariat, bahkan pelaksanaan tarekat merupakan pelaksanaan syariat agama.
Agar dapat melaksanakan tarekat dengan baik, seorang murid
hendaknya mengikuti jejak dan melaksanakan perintah serta anjuran yang
diberikan mursyid (guru)nya. Ia tidak boleh mencari-cari keringanan dalam melaksanakan
amaliah yang sudah ditetapkan, dan dengan segala kekuatannya ia harus mengekang
hawa nafsunya untuk menghindari dosa dan noda yang dapat merusak amal. Ia juga
harus memperbanyak zikir, wirid dan doa, serta memanfaatkan waktu seefektif dan
seefisien mungkin. Untuk tidak melanggar hukum-hukum agama, murid harus belajar
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan syariat. Biasanya untuk melaksanakan
aktivitas tarekat secara baik, pengikut tarekat dimasukkan kesebuah tempat
khusus yang dinamakan ribat (tempat belajar), zawiyat (tempat ibadah kaum sufi)
atau khandaq. Ditempat inilah amaliah tarekat dilaksanakan, baik berupa zikir,
ratib, pembacaan wirid-wirid atau syair-syair tertentu yang diiringi dengan
bunyi-bunyian seperti rebana dan melakukan gerakan-gerakan menari mengiringi
wirid yang dibaca, maupun berupa pengaturan nafas yang berisi zikir tertentu.
Tarekat banyak muncul pada abad keenam dan ketujuh Hijriah, ketika
tasawuf menempati posisi penting dalam kehidupan umat Islam dan dijadikan
sebagai filsafat hidiup. Pada periode ini tasawuf memiliki aturan-aturan,
prinsip, dan sistem khusus, sedangkan sebelumnya, tasawuf dipraktikan secara
individual di sana-sini tanpa adanya ikatan satu sama lain. Dalam perkembangan selanjutnya,
tarekat menjadi semacam oraganisasi atau perguruan, dan kegiatannya pun semakin
meluas, tidak terbatas hanya kepada zikir dan wirid atau amalan-amalan tertentu
saja, tetapi juga pada masalah-masalah lain yang bersifat duniawi. (Bisri M
Djaelani, Enslikopedi Islam, Panji Pustaka Yogyakarta, cetakan pertama, juni
2007, Hlm. 391-392).
Tarekat terbelah menjadi beberapa golongan, diantaranya: Tarekat
Naqsabandiyah, Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Sammaniyah, Tarekat Tijaniyyah, Tarekat
Qadiriyah, Tarekat Qadiriyah dan Naqsabandiyyah dan lain-lain
Muhammadiyah
meskipun tujuan ibadahnya sama dengan Tarekat atau bahkan dengan umat Islam
yang lain, yakni bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun dalam
prakteknya Muhammadiyah berbeda dengan Tarekat. Untuk lebih jelasnya kami akan
mencantumkan butir no 3 dan 4 dari Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup
Muhammadiyah (MKCH) yang mengandung persoalan mengenai paham agama menurut
Muhammadiyah.
Butir
3 MKCH Muhammadiyah: Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a.
Al-Qur`an : Kitab Allah yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw;
b.
Sunnah Rasul :
Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur`an yang diberikan oleh Nabi
Muhammad saw dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
Butir
4 MKCH Muhammadiyah: Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran
Islam yang meliputi bidang-bidang:
a.
Akidah
b.
Akhlak
c.
Ibadah
d.
Muamalah Duniawiyah
4.1.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah Islam yang murni, bersih dari
gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip
toleransi menurut ajaran Islam.
4.2.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman
kepada ajaran-ajaran al-Qur`an dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada
nilai-nilai ciptaan manusia.
4.3.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah
saw, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
4.4.
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya muamalat duniawiyah (pengolahan dunia
dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan
semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah swt.
Dari MKCH Muhammadiyah di
atas, maka jelaslah alasan Muhammadiyah tidak bertarekat, yakni karena dalam
mengamalkan agama, adanya perbedaan mendasar khususnya dalam bidang praktek
ibadah, seperti berzikir, ratib, pembacaan wirid-wirid atau syair-syair
tertentu yang diiringi dengan bunyi-bunyian rebana, melakukan gerakan-gerakan
menari mengiringi wirid yang dibaca, berupa pengaturan nafas yang berisi zikir
tertentu. Berbagai contoh di atas tidak diamalkan oleh Muhammadiyah karena
tidak ada tuntunannya. Melaksanakan amalan dalam bidang ibadah yang tidak ada
tuntunannya tidak dapat dibenarkan. Dalam suatu hadis dijelaskan:
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِي اللهُ عَنْهَا ، قَالَتْ : قَالَ رَسُول الله - صلى الله عليه
وسلم - : (( مَنْ أحْدَثَ في أمْرِنَا هَذَا مَا
لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ (وفي
رواية لمسلم : (( مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أمرُنا فَهُوَ رَدٌّ)).
Diriwayatkan
dari ‘Aisyah ra. ia berkata, Rasulullah saw pernah bersabda: Barang siapa yang
membuat-buat hal baru dalam urusan (ibadah) yang tidak ada dasar hukumnya, maka
ia tertolak. (Muttafaqun ‘alaih). Dalam riwayat lain dari Muslim: Barang siapa
melakukan amalan yang tidak didasari perintah kami, maka ia tertolak.
Dalam
hadis lain Rasulullah SAW bersabda:
عن أَبي نَجيحٍ العِرباضِ بنِ سَارية -
رضي الله عنه - ، قَالَ : وَعَظَنَا رسولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - مَوعظةً بَليغَةً وَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوبُ
، وَذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُونُ ، فَقُلْنَا : يَا
رسولَ اللهِ ، كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَأوْصِنَا ، قَالَ : ((
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإنْ تَأمَّر عَلَيْكُمْ
عَبْدٌ حَبَشِيٌّ ، وَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اختِلافاً كَثيراً ،
فَعَليْكُمْ بسُنَّتِي وسُنَّةِ الخُلَفاءِ الرَّاشِدِينَ المَهْدِيِيِّنَ عَضُّوا
عَلَيْهَا بالنَّواجِذِ ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ ؛ فإنَّ كلَّ بدعة
ضلالة )) رواه أَبُو داود والترمذي ، وَقالَ : (( حديث حسن صحيح )) .
(Diriwayatkan) Dari Abi Najih al-‘Irbadh bin Sariyah ra. Ia berkata: Rasulullah saw menasehati kami sebuah nasehat
yang sangat jelas yang dapat menggetarkan hati dan meneteskan air mata,
kemudian kami berkata: wahai Rasulullah, seolah-olah ia (nasehat) itu adalah
nasehat perpisahan, maka nasehatilah kami, (kemudian) beliau bersabda: aku
wasiatkan kepada kalian agar bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun
yang memerintahkan kalian adalah seorang hamba dari Habasyah. Dan sesungguhnya
barang siapa diantara kalian yang (masih) hidup, maka ia akan melihat banyak perselisihan. Oleh karena itu
hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafa ar-Rasyidin al-Mahdiyyin
(yang mendapatkan hidayah), gigitlah (berpegang teguh)sunnah-sunnah itu dengan gigi
geraham, dan hendaklah kalian menghindar dari suatu perkara yang baru, karena
setiap bid’ah adalah sesat. (H.R
Abu Dawud: 4608, dan Tirmidzi: 2676). Tirmidzi berkata Hadis ini adalah hadis
hasan sahih.
Tugas Individu: Nasirudin Rusyd
No comments:
Post a Comment