Wednesday 7 August 2013

Penentuan awal bulan, KUMAHA SI?



Asalamualaikum sadayana, jigana urang tos terang bahwa bulan ramadhan tahun ayena aya kamungkinan beda dei, HaaRRuuuh beda dei-Beda Dei kumaha Si ie the??? Ongkoh islam teh agama nu pang sampurna-sampurna na ti agama nu sanesna v gening beda-beda kie.... ah plen aya na perbedaan ie teh sanes kangge urang berpcah belah tapi malahan mah kedah jadi motivasi ka urang sadaya supados lebih mendalami and merhatikeun ku naon tiasa terjadi ayana perbedaan eta, sanes nang padu komen2 ae IE SALAH!!, ITU SALAH!!, afwan antiqu wathaniyyatan (@^@).....
Perlu diketahui bahwa sebab adanya perbedaan tersebut adalah adanya perbedaan penggunaan sarana dalam menentukan awal bulan (hisab dan rukyat), perbedaan dalam memahami hadis Rasulullah saw tentang rukyat (tekstual dan kontekstual) dan kadar ketentuan tentang berapa derajatkah bulan dikatakan telah masuk bulan baru, ada yang menentukan harus dua derajat di atas upuk dan sebagian ada yang tidak harus disyaratkan dua derajat.
            Dalam penentuan awal bulan qamariayah, hisab sama kedudukannya dengan rukyah Oleh karena itu penggunaan hisab dalam penentuan awal bulan kamariah adalah sah dan sesuai dengan Sunnah Nabi saw. Dasar syar‘i penggunaan hisab adalah:

a.       al-Quran surat ar-Rahman ayat 5:
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
Artinya: “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. (ar-Rahman: 5)

b.      al-Quran surat Yunus ayat 5:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya:Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.

c.       Hadis Bukhari dan Muslim

وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ  )مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ).
Artinya: Apabila kamu melihat hilal berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya beridulfitrilah! Jika Bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka estimasikanlah” (H.R Bukhari dan Muslim)

d.      Hadis tentang keadan umat yang masih ummi:

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسُبُ، الشَّهْرُ هكَذَا وَهكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ، وَمَرَّة ثَلاَثِينَ
)أخرجه البخاري و مسلم)

Artinya: “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bias melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Maksudnya adalah kadang-kadang dua puluh
sembilan hari, dan kadang-kadang tiga puluh hari (H.R Bukhari dan Muslim).

Cara memahaminya adalah bahwa pada surat ar-Rahman ayat 5 dan surat Yunus ayat 5, Allah swt menegaskan bahwa benda-benda langit berupa matahari dan Bulan beredar dalam orbitnya dengan hukum-hukum yang pasti sesuai dengan ketentuan-Nya. Oleh karena itu peredaran benda-benda langit tersebut dapat dihitung (dihisab) secara tepat. Penegasan kedua ayat ini tidak sekedar pernyataan informative belaka, karena dapat dihitung dan diprediksinya peredaran benda-benda langit itu, khususnya matahari dan Bulan, bisa diketahui manusia sekalipun tanpa informasi samawi. Penegasan itu justru merupakan pernyataan imperatif yang memerintahkan untuk memperhatikan dan mempelajari gerak dan peredaran benda-benda langit itu yang akan membawa banyak kegunaan seperti untuk meresapi keagungan Penciptanya, dan untuk kegunaan praktis bagi manusia sendiri antara lain untuk dapat menyusun suatu sistem pengorganisasian waktu yang baik seperti dengan tegas dinyatakan oleh ayat 5 surat Yunus (....agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu).
Pada zamannya, Nabi saw dan para Sahabatnya tidak menggunakan hisab untuk menentukan masuknya bulan baru kamariah, melainkan menggunakan rukyat seperti terlihat dalam hadis pada butir c di atas dan beberapa hadis lain yang memerintahkan melakukan rukyat. Praktik dan perintah Nabi saw agar melakukan rukyat itu adalah praktik dan perintah yang disertai‘illat (kausa hukum). ‘Illatnya dapat dipahami dalam hadis pada butir d di atas, yaitu keadaan umat pada waktu itu yang masih ummi. Keadaan ummi artinya adalah belum menguasai baca tulis dan ilmu hisab (astronomi), sehingga tidak mungkin melakukan penentuan awal bulan dengan hisab seperti isyarat yang dikehendaki oleh al-Quran dalam surat ar-Rahman dan Yunus di atas. Cara yang mungkin dan dapat dilakukan pada masa itu adalah dengan melihat hilal (Bulan) secara langsung: bila hilal terlihat secara fisik berarti bulan baru dimulai pada malam itu dan keesokan harinya dan bila hilal tidak terlihat, bulan berjalan digenapkan 30 hari dan bulan baru dimulai lusa.

Sesuai dengan kaidah Fikih (al-Qawaid al-fdiqhiyyah) yang berbunyi:
الحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ عِلَّتِهِ وَ سَبَبِهِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا
Artinya: “hukum itu berlaku ada atau tidak adanya illat dan sebabnya”.
Maka ketika illat sudah tidak ada lagi, hukumnya pun tidak berlaku lagi. Artinya ketika keadaan ummi itu sudah hapus, karena tulis baca sudah berkembang dan pengetahuan hisab astronomi sudah maju, maka rukyat tidak diperlukan lagi dan tidak berlaku lagi. Dalam hal ini kita kembali kepada semangat umum dari al-Quran, yaitu melakukan perhitungan (hisab) untuk menentukan awal bulan baru kamariah.
Telah jelas bahwa misi al-Quran adalah untuk mencerdaskan umat manusia, dan misi ini adalah sebagian tugas yang diemban oleh Nabi Muhammad saw dalam dakwahnya. Ini ditegaskan dalam firman Allah,
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
Artinya: Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (al-jumu’ah: 2)
Dalam rangka mewujudkan misi ini, Nabi saw menggiatkan upaya belajar baca tulis seperti terlihat dalam kebijakannya membebaskan tawanan Perang Badar dengan tebusan mengajar kaum Muslimin baca tulis, dan beliau memerintahkan umatnya agar giat belajar ilmu pengetahuan seperti tercermin dalam sabdanya,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.رواه الطبراني عن إبن مسعود و وكيع عن أنس.
Artinya: Menuntut ilmu wajib atas setiasp muslim (HR at-Tabarani dari ‘Abdullah Ibn Mas‘ud, dan riwayat Waki‘ dari Anas)
Dalam kerangka misi ini, sementara umat masih dalam keadaan ummi, maka metode penetapan awal bulan dilakukan dengan rukyat buat sementara waktu. Namun setelah umatnya dapat dibebaskan dari keadaan ummi itu, maka kembali kepada semangat umum al-Quran agar menggunakan hisab untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.
Atas dasar itu, beberapa ulama kontemporer menegaskan bahwa pada pokoknya penetapan awal bulan itu adalah dengan menggunakan hisab,
الأَصْلُ فِي إِثْبَاتِ الشَهْر أَنْ يَكُوْنَ بِالْحِسَابِ
Artinya: “pada asasnya penetapan bulan kamariyah itu dengan hisab”.
Nah! Jadi kitu panginten lah, heeeem nu kedah di perhatiken oge ku urang sadayana, tong sampe uarang nyarios IE SALAH!!, ITU SALAH!! Sa tacan urang terang naon si nu jadi dasar tina aya na perbedaan eta?. Ah tos lah sakitu ae…

Wasalaaam WR. WB


1 komentar:

Powered by Blogger.