Asalamualaikum sadayana, jigana urang tos terang bahwa bulan ramadhan tahun
ayena aya kamungkinan beda dei, HaaRRuuuh beda dei-Beda Dei kumaha Si ie the???
Ongkoh islam teh agama nu pang sampurna-sampurna na ti agama nu
sanesna v gening beda-beda kie.... ah plen aya na perbedaan ie teh sanes kangge
urang berpcah belah tapi malahan mah kedah jadi motivasi ka urang sadaya
supados lebih mendalami and merhatikeun ku naon tiasa terjadi ayana perbedaan
eta, sanes nang padu komen2 ae IE SALAH!!, ITU SALAH!!, afwan antiqu
wathaniyyatan (@^@).....
Perlu diketahui bahwa sebab adanya perbedaan tersebut adalah adanya
perbedaan penggunaan sarana dalam menentukan awal bulan (hisab dan rukyat),
perbedaan dalam memahami hadis Rasulullah saw tentang rukyat (tekstual dan
kontekstual) dan kadar ketentuan tentang berapa derajatkah bulan dikatakan
telah masuk bulan baru, ada yang menentukan harus dua derajat di atas upuk dan
sebagian ada yang tidak harus disyaratkan dua derajat.
Dalam
penentuan awal bulan qamariayah, hisab sama kedudukannya dengan rukyah Oleh
karena itu penggunaan hisab dalam penentuan awal bulan kamariah adalah sah dan
sesuai dengan Sunnah Nabi saw. Dasar syar‘i penggunaan hisab adalah:
a. al-Quran
surat ar-Rahman ayat 5:
الشَّمْسُ
وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
Artinya: “Matahari dan bulan (beredar) menurut
perhitungan”.
(ar-Rahman: 5)
b.
al-Quran
surat Yunus ayat 5:
هُوَ الَّذِي
جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا
عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya:“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan
bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi
perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan
(waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.
c.
Hadis
Bukhari dan Muslim
وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِذَا رَأَيْتُمُوهُ
فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ
فَاقْدُرُوا لَهُ )مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ).
Artinya:
Apabila
kamu melihat hilal berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya beridulfitrilah!
Jika Bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka estimasikanlah” (H.R Bukhari
dan Muslim)
d. Hadis
tentang keadan umat yang masih ummi:
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ، لاَ
نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسُبُ، الشَّهْرُ هكَذَا وَهكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً
وَعِشْرِينَ، وَمَرَّة ثَلاَثِينَ
)أخرجه البخاري و مسلم)
Artinya: “Sesungguhnya kami
adalah umat yang ummi; kami tidak bisa
menulis dan tidak bias melakukan
hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian.
Maksudnya adalah kadang-kadang dua puluh
sembilan
hari, dan kadang-kadang tiga puluh hari (H.R Bukhari dan Muslim).
Cara memahaminya adalah bahwa pada surat ar-Rahman ayat 5 dan surat Yunus
ayat 5, Allah swt menegaskan bahwa benda-benda langit berupa matahari dan Bulan beredar dalam orbitnya dengan hukum-hukum yang
pasti sesuai dengan ketentuan-Nya. Oleh karena itu
peredaran benda-benda langit
tersebut dapat dihitung (dihisab) secara tepat. Penegasan kedua ayat ini tidak sekedar pernyataan
informative belaka, karena dapat dihitung dan diprediksinya peredaran benda-benda
langit itu, khususnya matahari dan Bulan, bisa diketahui manusia sekalipun
tanpa informasi samawi. Penegasan itu justru merupakan pernyataan imperatif
yang memerintahkan untuk memperhatikan dan mempelajari gerak dan peredaran
benda-benda langit itu yang akan membawa banyak kegunaan
seperti untuk meresapi keagungan Penciptanya, dan untuk kegunaan praktis bagi
manusia sendiri antara lain untuk dapat menyusun suatu sistem pengorganisasian
waktu yang baik seperti dengan tegas dinyatakan oleh ayat 5 surat Yunus
(....agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu).
Pada zamannya, Nabi
saw dan para Sahabatnya tidak menggunakan hisab untuk
menentukan masuknya bulan baru kamariah, melainkan menggunakan rukyat seperti
terlihat dalam hadis pada butir c di atas dan beberapa hadis lain yang
memerintahkan melakukan rukyat. Praktik dan perintah
Nabi saw agar melakukan
rukyat itu adalah praktik dan perintah yang disertai‘illat (kausa
hukum). ‘Illatnya dapat dipahami
dalam hadis pada butir
d di atas, yaitu keadaan umat pada waktu itu yang masih ummi. Keadaan ummi artinya adalah belum
menguasai baca tulis dan ilmu hisab (astronomi), sehingga tidak mungkin melakukan
penentuan awal bulan dengan hisab seperti isyarat yang dikehendaki oleh
al-Quran dalam surat ar-Rahman dan Yunus di atas. Cara
yang mungkin dan dapat dilakukan pada masa itu adalah dengan melihat hilal (Bulan) secara
langsung: bila hilal terlihat secara
fisik berarti bulan baru dimulai pada malam itu dan keesokan harinya dan bila hilal tidak
terlihat, bulan berjalan digenapkan
30 hari dan bulan baru dimulai lusa.
Sesuai
dengan kaidah Fikih (al-Qawaid al-fdiqhiyyah) yang berbunyi:
الحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ
عِلَّتِهِ وَ سَبَبِهِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا
Artinya: “hukum itu berlaku ada atau tidak adanya
illat dan sebabnya”.
Maka ketika illat sudah tidak ada lagi, hukumnya pun
tidak berlaku lagi. Artinya ketika keadaan ummi itu
sudah hapus, karena tulis baca sudah berkembang dan pengetahuan hisab astronomi
sudah maju, maka rukyat tidak diperlukan lagi dan tidak berlaku lagi. Dalam hal ini
kita kembali kepada semangat umum dari al-Quran, yaitu
melakukan perhitungan (hisab) untuk menentukan awal bulan
baru kamariah.
Telah jelas bahwa misi al-Quran adalah untuk
mencerdaskan umat
manusia, dan misi ini adalah sebagian tugas yang diemban oleh
Nabi Muhammad saw dalam dakwahnya. Ini ditegaskan dalam firman
Allah,
هُوَ الَّذِي
بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ
وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن
قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
Artinya: Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (al-jumu’ah: 2)
Dalam rangka mewujudkan misi ini, Nabi saw menggiatkan upaya belajar baca tulis
seperti terlihat dalam kebijakannya membebaskan tawanan Perang Badar dengan
tebusan mengajar kaum Muslimin baca tulis, dan beliau memerintahkan umatnya agar
giat belajar ilmu pengetahuan seperti tercermin dalam sabdanya,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.رواه الطبراني عن إبن مسعود و
وكيع عن أنس.
Artinya: Menuntut ilmu
wajib atas setiasp muslim (HR at-Tabarani dari ‘Abdullah Ibn Mas‘ud, dan riwayat Waki‘ dari Anas)
Dalam kerangka misi ini, sementara umat
masih dalam keadaan
ummi, maka metode penetapan awal bulan dilakukan dengan
rukyat buat sementara waktu. Namun setelah umatnya dapat
dibebaskan dari keadaan
ummi itu, maka kembali kepada semangat umum al-Quran agar menggunakan
hisab untuk mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan waktu.
Atas dasar itu, beberapa
ulama kontemporer menegaskan bahwa
pada pokoknya penetapan awal bulan itu adalah dengan menggunakan hisab,
الأَصْلُ فِي
إِثْبَاتِ الشَهْر أَنْ يَكُوْنَ بِالْحِسَابِ
Artinya: “pada
asasnya penetapan bulan kamariyah itu dengan hisab”.
Nah! Jadi kitu
panginten lah, heeeem nu kedah di perhatiken oge ku urang sadayana, tong sampe
uarang nyarios IE SALAH!!, ITU SALAH!! Sa tacan urang terang naon si nu jadi
dasar tina aya na perbedaan eta?. Ah tos lah
sakitu ae…
Wasalaaam WR. WB
ayoo dong nulis lagi itung-itung belajar....
ReplyDelete