Pertanyaan:
Dalam berdoa ada empat adab yang perlu diperhatikan,
yaitu;
1. Memulai berdoa dengan memuji Allah dan bershalawat
atas Nabi Muhammad saw. Hal ini didasarkan pada riwayat Fudhalah bin Ubaid.
Rasulullah saw bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ
بِتَحْمِيدِ اللهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ ثُمَّ لْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ لْيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ. [رواه الترمذى]
Artinya: “Apabila salah seorang di
antaramu berdoa, hendaklah ia memulai dengan mengagungkan dan memuji Tuhan yang
Maha Agung dan Maha Perkasa, kemudian bershalawat untuk Nabi saw, setelah itu
berdoa dengan doa yang dikehendaki.” [HR. at-Tirmidzi]
2.
Dalam berdoa
hendaklah dengan merendahkan diri dan dengan suara perlahan. Hal ini
sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur'an surat al-A'raf (7): 55:
اُدْعُوْا رَبَّكُمْ
تَضَرُّعًا وَ خُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
Artinya: “Berdoalah kepada Tuhanmu
dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas".
3.
Ketika akan
mengakhiri doa hendaklah menutup dengan hamdalah. Hal ini sebagaimana
dijelaskan dalam al-Qur'an surat Yunus (10): 10:
... وَءَاخِرُ
دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Artinya: “... dan penutup doa mereka
adalah “al-hamdulillahi Rabbil-‘aalamiin”.”
4.
Ketika berdoa
dianjurkan dengan mengangkat tangan. Anjuran ini didasarkan pada hadits berikut
ini:
حَدَّثَنَا أَبُو
بِشْرٍ بَكْرُ بْنُ خَلَفٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مَيْمُونٍ
عَنْ أَبِي عُثْمَانَ عَنْ سَلْمَانَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ إِنَّ رَبَّكُمْ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي مِنْ عَبْدِهِ أَنْ يَرْفَعَ إِلَيْهِ
يَدَيْهِ فَيَرُدَّهُمَا صِفْرًا أَوْ قَالَ خَائِبَتَيْنِ (رواه ابن ماجه: الدعاء:
رفع اليدين فى الدعاء)
Artinya: “Telah
menceritakan kepada kami Abu Bisyrin Bakar bin Khalafin, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Abi Adiyyi dari Ja'far ibnu Maimun dari Abu Utsman ra dari
Salman dari Nabi saw beliau bersabda: Sesungguhnya Tuhanmu adalah "sangat
malu" lagi Maha Pemurah, Dia merasa malu kepada hamba-Nya yang
menengadahkan kedua tangannya kepada-Nya, kemudian ditolak-Nya sama sekali atau
sia-sia." [HR. Ibnu Majah dan at-Tirmidzi]
Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Kitab ad-Du'a,
Bab Raf'u al-Yadain fi ad-Du'a dan diriwayatkan pula oleh at-Tirmidzi dalam
Kitab ad-Da'awaat 'an Rasulillah, Bab fi Du'a an-Naby. Imam al-Hafidz
Abil Ali Muhammad Abdurrahman bin Abdur Rahim al-Kafury dalam kitab Tuhfah
al-Ahwadzi bi Syarh Jami' at-Tirmidzi menjelaskan bahwa hadits tersebut
menunjukkan dianjurkannya mengangat
tangan ketika berdo'a, dan hadits yang menunjukkan hal tersebut jumlahnya cukup
banyak.
Adapun permasalahan yang saudara tanyakan juga telah dijawab oleh Tim
Fatwa pada tahun 2003, dan untuk lebih jelasnya kami akan kutipkan ringkasan
dari jawaban permasalahan sebagai berikut;
1.
Hadits-hadits
yang menjelaskan bahwa Nabi saw mengangkat tangan ketika berdoa baik ketika
melaksanakan haji atau lainnya, di antaranya:
عَنْ سَالِمِ بْنِ
عَبْدِ اللهِ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ رَضِي اللهُ عَنْهُمَا كَانَ يَرْمِي
الْجَمْرَةَ الدُّنْيَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ ثُمَّ يُكَبِّرُ عَلَى أَثَرِ كُلِّ حَصَاةٍ
ثُمَّ يَتَقَدَّمُ فَيُسْهِلُ فَيَقُومُ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ قِيَامًا طَوِيلاً
فَيَدْعُو وَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ ثُمَّ يَرْمِي الْجَمْرَةَ الْوُسْطَى كَذَلِكَ
فَيَأْخُذُ ذَاتَ الشِّمَالِ فَيُسْهِلُ وَيَقُومُ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ قِيَامًا
طَوِيلاً فَيَدْعُو وَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ ثُمَّ يَرْمِي الْجَمْرَةَ ذَاتَ الْعَقَبَةِ
مِنْ بَطْنِ الْوَادِي وَلاَ يَقِفُ عِنْدَهَا وَيَقُولُ هَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُ [رواه البخاري، كتاب الحج، ج:1، ص:198]
Artinya: “Diceritakan
dari Salim bin ‘Abdillah; bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar ra, melempar jamrah yang
dekat (pertama) dengan tujuh kerikil sambil bertakbir pada akhir setiap
lemparan kerikil, lalu maju di tempat yang datar dan berdiri lama dengan
menghadap ke qiblat, lalu berdo’a dengan mengangkat kedua tangannya,
lalu melempar jamrah wustha (tengah) sebagaimana (melempar jamrah pertama),
lalu mengambil arah kiri di tempat yang datar dan berdiri lama dengan menghadap
qiblat, lalu berdo’a dengan mengangkat kedua tangannya, lalu melempar
jamrah ‘aqabah (yang terakhir) dari arah lembah dan tidak berhenti, dan
berkatalah ‘Abdullah Ibnu ‘Umar: ‘Demikianlah saya melihat Rasulullah
mengerjakannya’.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy, Kitab al-Hajj, bab
mengangkat kedua tangan, I:198]
Hadits-hadits
yang menjelaskan bahwa Nabi mengangkat kedua tangannya ketika berdoa jumlahnya
cukup banyak seperti dalam kitab Shahih al-Bukhari, Kitab al-Jum'ah, Bab Raf'ul-Yadain,
Shahih al-Bukhari, kitab al-Hajj, Jilid 1 hal. 198, kitab Shahih Muslim Kitab
shalat al-Istisqa, kitab Manasik al-Hajj dan kitab Sunan at-Tirmidzi.
2.
Hadits-hadits
yang menerangkan bahwa Nabi berdoa tidak mengangkat tangan, di antaranya;
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ وَعَبْدُ اْلأَعْلَى عَنْ سَعِيدٍ
عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
لاَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلاَّ فِي اْلاِسْتِسْقَاءِ
حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ [رواه مسلم، كتاب صلاة الاستسقاء، نمرة: 5/895]
Artinya: “Diceritakan
kepada kami oleh Muhammad bin al-Musanna, diceritakan kepada kami oleh Ibnu Abi
‘Adiy dan ‘Abdul A’la dari Sa’id, dari Qatadah, dari Anas, bahwa Nabi saw tidak
mengangkat kedua tangannya sedikitpun ketia berdoa, kecuali dalam istisqa’
(mohon air hujan) hingga terlihat putihnya kedua ketiaknya.” [Diriwayatkan
oleh Muslim, kitab Shalat al-Istisqa,No 5/895]
Dari
kedua hadits tersebut, di kalangan ulama ada dua pendapat, pertama - Jumhur Ulama - menyatakan bahwa Nabi saw
mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, dan Kedua, - sebagian
ulama lagi - menyatakan bahwa Nabi saw tidak pernah mengangkat kedua tangannya,
kecuali hanya pada waktu istisqa saja. Dan kedua dalil tersebut tampak
adanya ta’arud (pertentangan). Karena pada dalil-dalil tersebut tampak
adanya ta’arud, maka untuk mengambil keputusan perlu menggunakan metode
al-jam’u wa at-taufiq (mengumpulkan dan mengkompromikan) antara kedua dalil
yang tampak bertentangan.
Al-Qasthalaniy
ketika mensyarah hadits al-Bukhariy tentang mengangkat kedua tangan ketika
berdoa, mengatakan bahwa mengangkat kedua tangan adalah sunnah, berdasarkan
hadits-hadits tersebut. Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Anas, yang
menyatakan bahwa Nabi saw tidak pernah mengangkat kedua tangannya sedikit pun ketika
berdoa, kecuali pada waktu istisqa’ (mohon hujan), dia menjelaskan bahwa
yang ditiadakan ialah sifat khusus, yaitu al-mubalaghah fi ar-raf’i
(melebihkan dalam mengangkat kedua tangan), bukan mengangkat tangan pada
umumnya. Artinya, bahwa Nabi saw ketika berdoa juga mengangkat tangan, tetapi tidak
setinggi ketika berdoa dalam istisqa’. (al-Qasthalaniy, Syarh
al-Bukhariy, IV:68).
As-Shan’aniy,
dalam kitabnya Subulus-Salam menjelaskan; bahwa hadits-hadits tentang
mengangkat tangan, menunjukkan bahwa mengangkat kedua tangan ketika berdoa
adalah mustahabb, dan hadits-hadits yang memerintahkan agar mengangkat
kedua tangan ketika berdoa jumlahnya cukup banyak. Adapun hadits yang
diriwayatkan oleh Anas, yang menyatakan bahwa Nabi saw tidak pernah mengangkat
kedua tangannya ketika berdoa, kecuali hanya ketika dalam istisqa’, dia
menjelaskan bahwa yang dimaksudkannya ialah al-mubalaghah fi ar-raf’i
(melebihkan dalam mengangkat kedua tangan), yaitu mengangkat kedua tangannya
dengan amat tinggi, dan yang demikian itu tidaklah terjadi kecuali ketika berdoa
dalam istisqa’. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa dua kelompok hadits
tersebut tidaklah bertentangan (ta’arud), sebab kedua kelompok hadits
tersebut masih dapat ditaufiqkan (dikompromikan).
Kesimpulan :
Mengangkat kedua tangan ketika berdoa adalah sunnah atau
mustahabb, dan tidak perlu mengangkat tinggi-tinggi, kecuali pada waktu berdoa istisqa’.
Adapun maksud dari hadits Anas yang menunjukkan bahwa Nabi saw ketika berdoa
tidak mengangkat kedua tanganya kecuali dalam shalat istisqa’ adalah
tidak berlebih-lebihan dalam mengangkat tangan. Dengan demikian jelaslah bahwa
dalam berdoa kita dianjurkan untuk mengangkat tangan yang tidak
berlebih-lebihan.
Wallahu a'lam bish-shawab. *A.56h) (FATWA TARJIH TAHUN 2008)