“Rasa rindu itu adalah siksaan. Jika didorong nafsu, maka siksannya
akan lebih menyayat” (Abu Tamam 845
M)
Syair yang ditulis oleh seorang penyair terkemuka yang wafat pada
231 H/845 M, Abu Tamam Habib bin Aus, cukup memberikan gambaran singkat tentang
dampak yang diakibatkan oleh rasa kengen akut bercampur nafsu yang menyerang
sejoli. Gairah tersebut telah melampaui batas normal cinta kepada sesama
manusia dan lebih mendekati nafsu.
Syekh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd mencoba memberikan sejumlah
solusi sederhana untuk mengatasi kegalauan kebanyakan muda-mudi yang tengah
dilanda asmara. Buah pemikirannya itu, tertuang apik dalam sebuah buku yang dia
beri judul Al-Isyq; Haqiqatuhu, Khathruhu, Asbabuhu, I’lajuhu.
Kondisi rindu yang akut itu, mengemuka pula sebagai bahasan menarik
dikalangan generasi salaf. Ini lantaran dinamika cinta dua sejoli melintas
generasi. Tokoh salaf terkemuka, Ibnu Abd al-Baar. Pernah mengemukakan tentang
hakikat rasa kangen. Dia menegaskan bahwa, seperti yang dijelaskan oleh tokoh
bijak, rasa kangen sejatinya adalah bentuk kekosongan hati.
Abu al-Abbas Ahmad bin Yahya, pernah ditanya komparasi antara rasa
cinta dan perasaan kangen, manakah kedua hal itu yang lebih utama? Dia lebih
memilih cinta ketimbang rasa kangen. Karena, pada dasarnya dalam perasaan itu
terdapat unsur berlebih-lebihan.
Ibnu al-Qayyim bahkan menegaskan, perasaan kangen itu adalah suatu
penyakit yang tak satupun dokter mampu memangkasnya. Nyaris sulit terobati. Dan
rasa kangen bisa berubah menjadi “virus”
mematikan yang mengancam kebersihan hati. Sekali api rindu menyala, akan
sulit memadamkannya.
Derajat rindu, kata Ibnu Qayyim, bisa merangkak naik ke level
syirik bila memosisikan kecintaan dan kerinduan kepada pasangan melebihi tunduk
dan cinta kepada Allah SWT. “Kondisi yang demikian merupakan fitnah yang
besar,” tuturnya, seperti dinuqilkan oleh Syekh al-Hamd.
Syekh al-Hamd melanjutkan, dampak horizontal dari rasa kangen yang
berlebihan dan lebih cenderung dekat pada nafsu birahi itu antara lain
munculnya tindakan lalim. Tindakan menghalalkan segala cara agar kangennya
terobati pun bisa saja muncul. Seorang perindu akan berbohong supaya keinginannya
tercapai. Dan muara dari perasaan yang berlebihan tersebut adalah kemaksiatan
seksual.
Syekh al-Hamd mengungkapkan, beberapa faktor pemicu rindu berlebiahan tersebut muncul.
Tentu yang pertama adalah berpaling dari zikir atau mengingat selalu keberadaan
Allah SWT. siapapun yang menghadirkannya di tiap waktu, hatinya akan tertuju
pada sang khaliq.
Sebab kedua adalah ketidaktahuan akan bahaya
yang diakibatkan. Faktor ketiga ialah kekosongan waktu. Kurang maksimalnya
penggunaan waktu untuk kegiatan-kegiatan posotif disinyalir sebagai penyebab
yang paling dominan.
Seorang tokoh salaf, Ibnu Aqil, pernah
mengatakan, rasa kangen itu kebanyakan menghinggapi individu yang tak banyak
beraktivitas dan menyibukkan diri dalam aktivitas bermanfaat. Lihat saja, mana
pernah pekerja sibuk seperti pedagang sempat-sempatnya berkangen-kangen ria.
“apa lagi para pegiat ilmu syariah” tutur Ibnu Aqil.
Dan keempat, ketidak siapan individu dalam
menggunakan teknologi informasi dan telekomunikasi. Penggunaan jejaring sosial yang semakin masif kian memudahkan komunikasi
antar lawan jenis. Ironisnya, ini justru acap kali disalahgunakan untuk
tindakan terscela.
Maka tak ada cara lain, ungkap Syekh al-Hamd,
selain memurnikan tuhid dan penghambaan kepada Allah SWT semata. Ketika hati, kata
Ibnu Taimiyah, telah merasakan lezatnya beribadah kepada Allah SWT dan ikhlas
kepadanya, maka tak ada apa pun yang lebih manis dan nikmat dari kondisi itu.
Lihat saja saat Allah SWT memalingkan semua
tindak keji dari Yusuf AS, buah keikhlasan kepada tuhannya. “Sesungguhnya
wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf
pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andai kata dia tidak melihat
tanda (dari) tuhannya. Demikianlah agar kami memalingkan daripadanya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang
terpilih.”
Dan sibukkan selalu, ujar al-Hamd, diri anda
dengan perkara-perkara positif agar terlupakan dari hiruk pikuk perasaan
tersebut. Ikhtiar itu, imbuh Syekh al-Hamd, mesti diperkuat pula dengan
sokongan doa. Berdoalah, agar dijauhkan dari cobaan berperasa kangen yang berlebihan itu.